Press ESC to close

Penyelamat Lingkungan Dengan Budidaya Burung Hantu

Musibah yang membawa berkah. Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perjalanan kelompok petani di Desa  Telogo, Kecamatan Weru, Guntur Kabupaten Demak. Gagal panen yang mencapai 70% dan terjadi 3 tahun berturut-turut (2009-2011) membuat mereka berfikir serius untuk keluar dari masalah. Apalagi sebagian besar mereka bermata pencaharian sebagai petani, yang menggantungkan hidup dari hasil panen. Gagal panen berarti mereka dihadang kesulitan hidup.

Ya … tanaman palawija dari padi, jagung, palawija telah habis, dimakan tikus. Maka merekapun berfikir mencari cara memburu tikus, setelah methoda yang dilakukan seperti gropyokan dan emposan kurang membawa hasil. Melalui media sosial, Pujo Arto, S.sos, Ketua kelompok petani tersebut menemukan bahwa burung hantu sangat efektif dalam penanganan hama tikus, sehingga bersama 13 teman lainnya, mereka sepakat belajar melakukan budidaya burung hantu. Proses belajar yang dilakukan pada Bulan Mei 2013 itu berlangsung selama 2 hari di Ngawi Jawa Timur. Inilah tonggak mereka dalam melanjutkan perjuangan.

Sesampainya di kampung halaman, PNS, anggota Minvetcad IV/22 Demak ini dan kelompoknya langsung mempraktekkan ilmu yang didapat sambil terus melakukan penelitian, mulai dari pencarian anak burung, mencari tikus untuk makan burung, sampai pembuatan kandang untuk penangkaran burung.

“Ternyata burung hantu ini termasuk burung yang lulut dan sangat setia dengan tempat tinggalnya, sehingga kita harus mengambilnya saat masih kecil, tidak bisa mengambil burung yang sudah besar”, kata Pujo.

Lalu untuk mendapatkan anak burung, mereka mencarinya pada siang hari di tempat-tempat bangunan yang atapnya ada lubangnya, seperti sekolahan, gedung-gedung besar dengan menggunakan jaring. Anak burung tersebut selanjutnya ditangkarkan dengan metoda introduksi (mengambil anak untuk dipelihara). Selain metode introduksi, ada juga metode yang lain yakni dengan metode adopsi (dititipkan anak pada induk yang lain)

Anak burung itu ditempatkan di kandang yang cukup luas yakni berukuran 6×12 meter yang bertujuan agar anak burung itu bisa berlatih terbang. Selain itu juga dilatih untuk menangkap tikus. Kurang lebih 4 bulan anak burung dipelihara dan dilatih menangkap tikus, setelah dirasa telah pandai menangkap tikus baru anak burung tersebut dilepas di sawah dan tentunya dengan membuatkan kandang-kandang permanen di sawah.

Untuk menjaga agar burung-burung itu tidak terbang ke daerah lain, maka dibuatkan rumah (bakupon), baik di sawah-sawah maupun di kebun-kebun yang ditempatkan di pepohonan. Sampai sekarang, telah ada 70 buah kandang yang telah dibuatnya, sedangkan  ukuran kandang tersebut 40×60 cm berfungsi  untuk tidur dan berkembang biak.

Untuk warga di daerahnyapun di beri penyuluhan tentang manfaat burung hantu yakni untuk memusnahkan tikus, sehingga para penduduk di desa tersebut dilarang melakukan penangkapan atau berburu burung hantu untuk dijual.

Dengan budidaya penangkaran burung hantu itu telah menjadikan desa Telogo weru  tersebut dikenal banyak orang dan telah dijadikan daerah percontohan. Publikasi yang dilakukan media membawa tidak sedikit orang yang berkunjung di desa tersebut dengan berbagai tujuan, ada yang hanya ingin lihat-lihat, ada yang ingin mewawancarai  untuk dipublikasikan ada juga ada  sekelompok tani dari berbagai kota bahkan luar pulau untuk menimba ilmu dengan  minta pelatihan di desa tersebut.

Suami dari Sri Suhanah guru SMPN Guntur tersebut kini telah menjadi motivator dalam pemusnahan hama terpadu dan menjadi tenaga penyuluh yang direkrut oleh Bakorluh (Badan Koordinasi Penyuluh) Propinsi Jawa Tengah yang telah memberikan penyuluhan di tiap-tiap Kabupaten di Jawa Tengah. Selain itu juga telah menjadikan desanya sebagai pemenang lomba desa mandiri dan sebagai desa percontohan dan telah mendapatkan beberapa uang pembinaan.

Ayah dari dua putri yakni Riska Ramadhani  kelas 2 SMP, Dyah Ayu Hanung Tyas inipun mendapatkan berbagai penghargaan diantaranya :  Penyuluh Swadaya Prop. Jawa Tengah tahun 2013, Sukses Story SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu), Kampung Kokoh dari Semen Gresik 2013 dan Kalpataru 2014.

Dari usaha budi daya burung hantu tersebut  hasilnya sangat membanggakan karena selain penduduk tidak gagal panen lagi, juga bahkan menjadi percontohan daerah–daerah pertanian lainnya. Pekerjaan yang telah dilakukan itu sangat membanggakan karena bisa bermanfaat untuk orang lain, seperti motto hidupnya yakni  “Hidup bisa bermanfaat untuk orang lain”.   (GD)