MAGELANG — Kemarau merupakan musim yang identik dengan kekeringan. Banyak tanaman yang daunya rontok, bahkan mengalami kematian. Hal ini disebabkan karena kurang mendapat asupan air untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Menyikapi situasi seperti ini, Babinsa Tembelang Koramil 10 Candimlyo Kodim 0705/Magelang, Serka Juwairul Hidayat bersama-sama warga Dusun Tembelang Wetan, Desa Tembelang berupaya mencari sumber mata air (tuk) dengan cara mengebor tebing secara manual dengan pipa besi, sedalam hampir 50 meter yang tersebar dibeberapa titik, Senin (1/10), kemarin.
Kegiatan yang diprakarsai oleh Babinsa tersebut merupakan salah satu solusi dalam mengatasi kekeringan diwilayah binaan yang mengakibatkan kekurangan air bersih guna memenuhi keperluan keluarga untuk kebutuhan sehari-hari.
Kelangkaan air pada saat musim kemarau kali ini membuat warga yang berdomisili khususnya di wilayah pegunungan, tentu akan merasakan dampak dari fenomena alam disaat musim kemarau tiba, bukan hanya di dialami di Dusun Tembelang Wetan saja, namun dirasakan juga bagi daerah-daerah lainnya, karena negara kita yang merupakan negara tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
Dampak dari musim kemarau yang dirasakan oleh warga Dusun Tembelang wetan, Desa Tembelang kali ini membuat warga setempat harus berjuang keras untuk mendapatkan air bersih guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dusun Tembelang wetan yang terdiri dari 83 KK (kepala keluarga) tersebut membuat Babinsa Serka Juwairul Hidayat turun langsung ke lapangan dalam menangani kesulitan yang di alami masyarakat binaanya.
Pengeboran tebing untuk mencari sumber mata air disaat musim kemarau seperti saat ini tentunya bukan hal mudah sebab, semua tanah kelihatan kering dan berdebu, namun berkat bantuan dari seorang pawang air, alhamdulillah semua ada hasilnya.
Serka Juwairul Hidayat, setempat mengatakan, bahwa peran sertanya dalam mendampingi masyarakat binaanya dilapangan menemukan sesuatu yang harus ditindak lanjuti, yaitu berkaitan dengan musim kemarau saat ini, dimana pada waktu sore dan pagi hari, warga banyak yang pergi ke kali (sumber air) untuk melakukan mandi cuci dan lainnya.
Melihat kejadian selama ini, babinsa mengambil langkah dengan mengumpulkan warga setempat diajak berembug untuk mencari sumber mata air bersih guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun hal itu tidaklah mudah, sebab musim kemarau sumber mata air tidak akan kelihatan, terlebih wilayah Dusun Tembelang Wetan yang berada di ketinggian dan di apit dua tebing, sehingga dimungkinkan sumber mata air sangat sulit. Mengingat situasi yang tidak menguntungkan seperti ini, maka cara yang harus digunakan saat ini adalah minta bantuan kepada pawang air untuk menunjukan posisi keberadaan mata air tersebut. Setelah tempat tertentu ditunjukan, baru kita bor dengan menggunakan pipa peralon secara manual.
Markun (49), seorang pawang air mengatakan, bahwa dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya, bisa memberikan manfaat bagi orang banyak, terutama warga Dusun Tembelang Wetan yang mengalami krisis air bersih. “Semoga air tersebut bisa mengalir dengan langgeng, agar masyarakat Dusun Tembelang Wetan tidak lagi mandi di sungai, “ungkapnya”.
Sementara itu, Kabul Rohmad (48) warga setempat dan sekaligus ketua RW mengucapkan terima kasih kepada Babinsa atas jerih payah dan kepedulianya kepada warga masyarakat Dusun Tembelang untuk mendapatkan air bersih. Sebab tanpa motifasi, saran dan peran sertanya dari Babinsa, belum tentu kami bisa melaksanakan hal semacam ini untuk mendapatkan air bersih. “Meskipun debit airnya kurang mencukupi bagi warga, namun setidaknya kami merasa sangat terbantu air bersih hasil dari pengeboran berkat partisipasi Babinsa untuk kebutuhan sehari-hari warga masyarakat sekitar. “kata Kabul.
Kabul juga berharap kepada pemerintah bahwa setiap musim kemarau tiba, warga selalu mengalami krisis air. Sudilah kiranya, pemerintah membuatkan sumur bor atau memberikan bantuan peralon untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Dusunya. Kami harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk bisa mendapatkan air bersih sampai ke rumah warga, jarak dari sumber air (tuk) sampai kampung jaraknya jauh, hampir 3 kilometer. Sehingga selama ini kami dengan masyarakat yang mencari air bersih dengan bantuan pawang air harus menanggung biaya sendiri, dengan cara iuran (swadaya) untuk membeli peralon.