Press ESC to close

Wartawan dan TNI Saling Melengkapi

Menjadi bagian dari Persatuan Istri Prajurit (Persit) tidak pernah terlintas dalam pikiran Sariyati, wartawati Surat Kabar Harian (SKH) Bernas (Jogja) yang kini tercatat sebagai anggota Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Cabang XXX Kodim 0729/Bantul, Rem 072/Pamungkas. Hal ini sebagai konsekuensi dari pernikahannya dengan Kopka Maryono anggota Kodim Bantul yang kini bertugas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Koramil 03/Kasihan.

Menjadi bagian dari Persatuan Istri Prajurit (Persit) tidak pernah terlintas dalam pikiran Sariyati, wartawati Surat Kabar Harian (SKH) Bernas (Jogja) yang kini tercatat sebagai anggota Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Cabang XXX Dim 0729/Bantul, Rem 072/Pamungkas. Hal ini sebagai konsekuensi dari pernikahannya dengan Kopka Maryono anggota Kodim Bantul yang kini bertugas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Koramil 03/Kasihan.

“Saya tidak membayangkan punya suami militer, karena tidak ada keluarga saya yang berlatarbelakang tentara. Sehingga sebelum menikah saya banyak bertanya kepada suami apa itu Persit dan apa tugas Persit. Maklumlah saya sangat awam,” kata Sariyati mengawali perbincangan dengan kepada Gema Diponegoro pekan lalu.

Dari berbagai penjelasan yang diberikan, Sari demikian biasa dipanggil memandang bahwa menjadi seorang Persit merupakan hal yang sangat mulia. Sebab menjadi anggota Persit, selain berstatus sebagai istri, dia juga mengemban tugas sebagai pendamping dan pendorong suami dalam menjalankan tugasnya demi menjaga keutuhan NKRI. Maka tanpa ragu-ragu Sari yang sudah menekuni profesi sebagai wartawan selama 14 tahun tersebut menerima pinangan dan ajakan pengajuan nikah Maryono di akhir tahun 2011 silam. Setelah melalui berbagai tahapan akhirnya resmilah Sari menjadi Keluarga besar TNI (KBT).

“Untuk menjadi Persit ternyata tidak mudah, karena saat pengajuan kita harus menghadap kebeberapa bagian sampai ke Kodam IV di Semarang. Ini benar-benar pengalaman luar biasa dan berharga, ceritanya akan berbeda ketika seorang perempuan menikah dengan TNI dengan perempuan yang menikah dengan sipil. Dan saya sangat bangga menjadi bagian dari keluarga besar TNI “tambahnya.

Ibu dari Cakra Adi Wijaya (9 bulan) ini menceritakan bukan hal mudah ketika harus menyesuaikan dan menyelaraskan ritme dua ‘alam’ yang berbeda dimana TNI sangat disiplin dalam mengatur waktu, sementara sebagai wartawan dirinya terbiasa hidup dengan jam dan acara yang tidak menentu. Tahun pertama pernikahan diakuinya seperti ‘gemblengan’ sampai akhirnya menemukan kenyamanan ketika memasuki usia pernikahan ketiga tahun.

Alumnus Komunikasi PPKP Universitas Negeri Yogyakarta ini berdalih apa yang telah diraihnya tidak terlepas dari bimbingan suami, ibu-ibu Persit atasannya, pengurus serta arahan dari Ketua Persit KCK Cabang XXX, Ny Fatmawati Tumadi.

Perempuan kelahiran Purworejo ini menilai  banyak hal positif yang  didapatkan di organisasi Persit, terutama soal bagaimana menempatkan diri, memposisikan diri, menjadi pribadi yang baik dan santun, menjalankan fungsi sebagai seorang anggota Persit sekaligus ibu, istri ditambah pekerjaannya sebagai seorang wartawan.

Sari juga mengakui wartawan dan TNI adalah dua dunia yang berbeda, namun disitulah seninya, karena sesungguhnya wartawan dan TNI itu bisa saling melengkapi. Misalnya ketika seorang wartawan terbiasa molor saat acara kini berubah disiplin dan lebih menghargai waktu.

Sari mengibaratkan pernikahannya dengan suami sebagai “tumbu entuk tutup”. Suaminya pendiam, dirinya cenderung banyak bicara. Suami kalem, dia aktif, sehingga setiap hari ada saja yang didiskusikan dan bahas terutama tentang pekerjaan masing-masing.

Dalam menjalankan semua peran yang diembannya, keluarga ini menerapkan kepercayaan dan pengertian untuk menjaga keutuhan sebuah RumahTangga. Bagaimana tidak? Sebagai wartawan kadang dirinya harus berangkat pagi, pulang malam, meliput keluar kota bahkan hingga menginap dalam hitungan hari bahkan minggu.

Sari bersyukur sejak mengenal suaminya tahun 2008, orangnya sangat mendukung profesinya, baik saat sebelum menikah ataupun sudah menikah. Karena pekerjaaanya beberapa kali dirinya harus meninggalkan rumah hingga berhari-hari seperti saat meliput seminar pariwisata internasional di Kuala Lumur hingga sepekan, kunjungan ke Aceh hampir seminggu, liputan pariwisata di Padang (Sumbar) paska gempa besar dan beberapa kali mengikuti seminar di beberapa kota di Indonesia.

Begitupun dirinya sebagai istri juga memberikan kepercayaan kepada suami dalam menjalankan tugasnya yang menuntut kadang tidak pulang. Seperti saat masih menjadi anggota Provost harus keluar kota dua hari. Dirinya memiliki keyakinan, suaminya tidak akan neko-neko. Semoga begitu seterusnya.

Perempuan yang mengawali profesinya di  Jawa Pos Grup tahun 2000 tersebut mengakui apa yang dijalani belum sedahsyat yang dialami Ibu-ibu anggota Persit lain yang ditinggal tugas negara hingga berbulan-bulan bahkan hitungan tahun. Dirinya salut dan memberikan rasa hormat buati bu-ibu Persit dimanapun atas ketabahan, keiklasan, kekuatan dan kesetiaan kepada suami  baik saat dekat ataupun di saat jauh.

Sebagai seorang wartawan yang juga seorang istri dan ibu, Sari sudah terbiasa membagi waktu. Bangun sebelum shubuh untuk menjalankan tugasnya mengurus rumahtangga, memandikan si kecil, menyuap, memberikan ASI dan mengajak jalan pagi. Setelah semuanya beres barulah dirinya beraktifitas di luar setelah sebelumnya sang buah hati dititipkan pada pengasuh.

 

Dukungan Semua Pihak

Sebagai suami, Kopka Maryono mengaku sangat mendukung profesi istrinya. Sebab saat sebelum menikah, Sari memang sudah dikenalnya sebagai wartawan, termasuk mereka bertemupun ketika Sari ada peliputan ke Kodim Bantul tempat Maryono bertugas.

“Saya mendukung istri untuk maju, mengasah kemampuannya dan menekuni profesinya. Menjadi seorang ibu rumah tangga, ditambah mengasuh anak dan juga menjadi anggota Persit, bukanlah penghambat dirinya untuk bisa berkarya. Alhamdulillah, Istri selama ini bisa memerankan semuanya dengan baik,” kata Maryono, alumni Secata Gombong tahun 1984 tersebut.

Ditambahkan, sesungguhnya bakat dan kemampuan seseorang memang harus diasah dan dikembangkan tidak hanya untuk kepentingan pribadi namun juga keluarga, lingkungan dan lebih luas lagi bagi negaranya.

“Saya juga memberikan kepercayaan kepada istri, pun ketika harus bertugas ke luar kota. Dengan kepercayaan itulah istrinya juga akan merasa lebih nyaman menyelesaikan pekerjaan  yang menjadi tugas dari media  tempat dia bekerja,”kata Maryono.

Sementara itu Ny Fatmawati Tumadi mengaku mendukung bagi anggotanya yang  memiliki profesi di luar rumah selama bisa menyeimbangkan antara tugasnya sebagai istri,  ibu dan juga tentu tidak meninggalkan kegiatan di organisasi Persit KCK.

“Persit itu harus maju, Persit harus berjaya dan saya mendukung siapapun anggota yang memang memiliki profesi di luar rumah selama itu adalah positif. Termasuk kepada anggotasaya yang menjadi wartawan. Saya bersyukur  yang bersangkutan selalu aktif dalam kegiatan di organisasi walaupun saya tahu menjadi wartawan selalu diburu waktu dan deadline,”katanya.

Selain aktif di organisasi, Sari juga sering memasukkan kegiatan di satuan suaminya termasuk kegiatan Korem 072/Pamungkas ke medianya, sehingga kegiatan TNI juga bisa dikenal lebih luas ke masyarakat.