Press ESC to close

Jadikan Hambatan Untuk Berinovasi

Indonesia yang berada di daerah tropis memiliki dua musim, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Berdasarkan perhitungan, pada bulan Mei ini pada umumnya sudah memasuki musim kemarau dimana curah hujan sudah semakin rendah atau jarang. Akibat dari pergantian musim tersebut, maka lahan pertanian menjadi mengering yang nantinya berdampak pada hasil panen.

Namun demikian, kendala tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk pasrah pada keadaan. Apa yang dilakukan Danramil 03/Kroya, Kodim 0703/Cilacap, Kapten Inf Ngadisan bersama Parjo Utomo mungkin dapat dijadikan inspirasi oleh para petani di daerah lain.

Sebagai seorang Danramil di wilayah Kroya, Kapten Inf Ngadisan bertangung jawab dalam mensukseskan program Upaya Khusus (Upsus) padi, jagung dan kedelai (Pajale) dari pemerintah. Sebagai prajurit TNI, ia juga harus bisa membantu mengatasi kesulitan rakyat disekelilingnya. Oleh karenanya Danramil bersama para Babinsa, PPL dan para petani terus berupaya mencari solusi untuk mencapai target Upsus.

Wabah kekeringan yang sudah menghampiri lahan pertanian yang berada di wilayah binaannya, membuat Kapten Ngadisan bersama Parjo Utomo seorang petani Desa Karangturi, Kecamatan Kroya berinovasi. Dengan memanfaatkan sepeda motor tua milik Parjo Utomo, dimodivikasi menjadi sepeda alat penyedot air. Sehingga selain sebagai alat transportasi, juga dapat digunakan sebagai pompa air untuk mengairi lahan sawahnya yang mulai mengering.

“Saya salut dan bangga atas inovasi ini, karena selain mudah dalam penggunaanya, pompa air yang sekaligus sepeda motor maka menjadi lebih efektif dan efisien”, ungkap Kapten Inf Ngadisan.

Didampingi Kapten In Ngadisan, Parjo Utomo menuturkan ikhwal inovasinya. Pada awalnya untuk mengairi sawah, dia menggunakan pompa air biasa. Berbekal ilmu yang didapat anaknya Aji Nugroho di SMK Ma’arif Kroya, dan pendampingan Pak Danramil, mereka membangun motor tua miliknya menjadi motor pompa.

Modal yang digunakanpun tidak terlalu besar, yakni hanya empat ratus lima puluh ribu rupiah untuk membeli mesin. Namun hasilnya ternyata cukup menggembirakan, dengan bahan bakar 2,5 liter dapat digunakan selama 24 jam dan mampu mengairi sawah seluas setengah bahu.

“Ini lebih murah dibanding dengan mesin penyedot air biasa. Selisihnya hampir 7 liter, karena bila dengan mesin penyedot air, dalam 24 jam bisa menghabiskan 9 liter. Menggunakan motor pompa air juga tidak perlu ribet angkat junjung serta bisa membawa keperluan sawah lain seperti pupuk dan tangki semprot dalam sekali angkut,”, terang Parjo

Dengan adanya inovasi ini, para petani yang tidak mempunyai mesin sedot air, dapat mencontohnya dengan memanfaatkan sepeda motor masing-masing sehingga hambatan kekurangan air dapat diatasi dengan baik”, pungkas Danramil penuh harap.